Tamu tak di Undang


Awalnya aku melihat Pandemi Covid di Wuhan
kota para Ilmuan. 
orang-orang rubuh terkulai di jalan-jalan; Kota
dan tempat-tempat keramaian, mati menghadap tuhan.

Saban detik dan waktu, berita tentang Wuhan disiarkan
namun aku abai, tak peduli dengan apa yang sedang terjadi, di bumi nun jauh itu. yang orang-orangnya bermata sipit, dan sangat di benci oleh bangsa ini.

Kabar tentangnya semakin merebak, dari surat kabar
dan media massa, memenuhi laman beranda
para komentator ulung di Negeri ini mulai unjuk gigi
melafazhkan do'a-do'a dan syairnya.

Adapula yang mengutuk Wuhan, seakan diri mereka Tuhan. 
Tokoh-tokoh agama berdalil, beragam-ragam macam, 
berseru bahwa Corona adalah tentara Allah 
yang datang untuk balas dendam, atas penindasan orang-orang islam. aku masih tak acuh, dan abai.

Lalu, Pandemi menyebar ke seluruh penjuru dunia
secepat kilat menyambar, bak Buraq yang menerbangkan Muhammad, dalam Isr'a Mira'j.
Wabah merasuk masuk ke kota Suci Mekkah
kiblat kita umat islam untuk menghadap Tuhan.
Semua jiwa resah, gema takbir di mulut-mulut insan meredam, di Masjidil Haram, bumi para Nabi dilahirkan.

di Arab Saudi, orang-orang tak berani lagi berlalu-lalang
hilir mudik di jalan-jalan
mengurung diri dalam kecemasan dan ketakutan
sedang di Negeri ini, kita masih bebal, 
berdiri kukuh pada kutukan, masih gencar mengutuk Cina di Wuhan. ya, seakan-akan kitalah Tuhan.

Hari silih berganti, minggu singgah menyapa
dan denting jarum jam tak bertemu jeda
hari ini dunia mulai murung, aktivitas manusia 
dipaksa jeda
Kota-kota mulai sunyi dan sepi, bak rimba yang 
jauh dari jarahan tangan manusia.

Kini tersiar lagi berita, bahwa Iran, Italy dan Rusia
juga terkena wabah, yang bernama Corona
bahkan Malaysia dan Indonesia termasuk dalam daftar gejala. sibuklah aku di masa itu, meradang ketakutan
tamu tak di undang sudah masuk ke rumah kita, Nusantara.

Dari pejabat Negara, sampai pimpinan Daerah dan kabupaten Kota; kucar kacir
mengeluarkan intruksi dan imbauan darurat
untuk rakyatnya yang bebal dan tuli
tak pernah henti, Instruksi demi instruksi 
silih berganti menghampiri.

Para medis kewalahan berjuang mengatasi pasien pandemi dengan APD yang sama sekali tak memadai
Pejabat Negara, Menteri, Gubernur, Bupati 
dan Walikota sibuk, memberikan sosialisasi; tata cara mencegah virus beraksi. 

Kota kecil tempat kelahiranku sepi dan senyap, 
hawanya getil menggigil, bugil.
Jiwa-jiwa yang mewakili tuhan dengan beragam dalil, 
hilang bagai di telan zahir.
kini tentara Allah sudah hadir, mampir di kotanya
di beranda rumahnya, di lingkungannya
mereka ketakutan, dan mengurung diri di bilik kumuh 
yang dekil, tak berani lagi berdalil; Bungkam.
mulut-mulut itu bisu, dan bungkam.

Aktivitas lumpuh total, kantor-kantor dan rumah sekolah diliburkan; keramaian dibubarkan. 
orang-orang ketakutan dan virus menyebar di mana-mana, tanpa mengenal kasta, ras, suku, agama dan Negara.

Di pagi yang samar-samar, selepas tamu tak di undang 
itu datang.
Semesta kian kusam dan mencekam
pucat pasi bak raut-raut wajah kecemasan
seakan kiamat sudah datang
dan dunia akan berakhir hari ini, semua cerita 
akan usai
dunia mati, kitapun mati, Corona begitu menyeramkan.

Tuhan, ampunilah kami yang hina ini
hidupkan kembali duniamu, dan semesta yang indah ini
jika benar pandemi itu utusan-Mu, ya Rabbi. 
bawalah ia kembali ke surga, bersama jasad-jasad saudara kami yang sudah menghadap-Mu hari ini. 

Tuhan, ampunilah kami yang dina fana ini
sudah menyepelakan cobaan-Mu 
Pun berlaku sombong
sebenarnya kami sungguh takut mati, hari ini.
sebab tiada yang berani memandikan kami
secara Fardhu qifayah-Mu.

Tuhan, maafkan kami, hambamu yang munafik ini.
hidupkanlah kembali semesta, dan alam ini dengan kehendak-Mu.


Bireuen, April 2020.
Kinet BE

Post a Comment