Ada yang menghitung burung-burung terbang
adapula yang sibuk mencari rumpai bunga mekar
Pun, yang lebih sesat adalah mereka: pencari tuhan
si penyair gadungan yang malang.
Ada yang terlena menghitung rintik hujan berjuntai
medifinisikan dengan majas-majas yang puitis,
sadis dan girang
sedang si penyair gadungan selalu memaknai sesuatu
dengan jutaan tamsilan.
"Kau seumpama hujan yang membasahi lamunku."
"Kau seumpama malam yang menemani sepiku."
"Kau seumpama rembulan yang menerangi hatiku."
"Kau adalah segalanya bagiku. aku tak bisa hidup tanpamu."
Kiranya itu, si penyair gadungan mencari sesat
dalam sirat dan tafrisnya; pada sajak-sajak yang dituaikan
hingga ia terlena menafsirkan sesuatu dengan sesatnya.
Lihatlah senja, sayang.
Begitu indah dan remang, bagai ranum wajahmu
langit begitu cerah dan damai, petang ini
begitu caranya si penyair gadungan menerawang diksi.
"hey, kawan. Bermajas bukan seperti itu
bukan seperti para penyair di pentas biru
yang larut berkeluh-kesah pada hati luka
dan hidup yang menderita."
Puisi bukan saja tentang air mata; cinta kasih,
duka lara dan nestapa
tap ia menjadi senjata dan perantara
yang bisa membunuh siapa saja,
termasuk dirimu sendiri,
pun melenyapkan si penyair gadungan di tinta aksara.
Bireuen, April 2020.
Kinet BE
adapula yang sibuk mencari rumpai bunga mekar
Pun, yang lebih sesat adalah mereka: pencari tuhan
si penyair gadungan yang malang.
Ada yang terlena menghitung rintik hujan berjuntai
medifinisikan dengan majas-majas yang puitis,
sadis dan girang
sedang si penyair gadungan selalu memaknai sesuatu
dengan jutaan tamsilan.
"Kau seumpama hujan yang membasahi lamunku."
"Kau seumpama malam yang menemani sepiku."
"Kau seumpama rembulan yang menerangi hatiku."
"Kau adalah segalanya bagiku. aku tak bisa hidup tanpamu."
Kiranya itu, si penyair gadungan mencari sesat
dalam sirat dan tafrisnya; pada sajak-sajak yang dituaikan
hingga ia terlena menafsirkan sesuatu dengan sesatnya.
Lihatlah senja, sayang.
Begitu indah dan remang, bagai ranum wajahmu
langit begitu cerah dan damai, petang ini
begitu caranya si penyair gadungan menerawang diksi.
"hey, kawan. Bermajas bukan seperti itu
bukan seperti para penyair di pentas biru
yang larut berkeluh-kesah pada hati luka
dan hidup yang menderita."
Puisi bukan saja tentang air mata; cinta kasih,
duka lara dan nestapa
tap ia menjadi senjata dan perantara
yang bisa membunuh siapa saja,
termasuk dirimu sendiri,
pun melenyapkan si penyair gadungan di tinta aksara.
Bireuen, April 2020.
Kinet BE
Posting Komentar