Di ukir dengan keringat dan air mata
Dengan darah dan nyawa yang hilang
Untuk sebuah pengakuan, bahwa kita masih ada
Kita adalah bangsa yang mulia.
Rakyat menghibahkan nyawa, tenaga dan harta benda
Berduyun-duyun meng-ikrarkan sumpah
Demi Aceh, demi kaudalatan dan harga diri
Hingga capaian itu; tercapai
Digantikan dengan ribuan insan yang hilang
Lena-lah mereka yang masih hidup
Hingga lalai dalam merawat semuanya.
Lalu, didudukinya kursi empuk bertasbih emas dan tembaga
Di ukir dengan corak nyawa, darah dan air mata
Namun, mereka lupa pada asal dimana mereka; barasal
Mereka lupa dengan amanat yang mereka emban
Hingga singgasana diabaikan begitu saja
Diserahkan kepada si serakah
Oleh kumpulan pang walakapang bermata rupiah.
Hingga air mata darah masih tumpah; merambah
Mengenangi lembah-lembah, di rambah hitam tanah ini
Mereka masih lalai, dan masih berkukuh kekar
Meresa masih menang, padahal sudah kalah
Sampai kini, janji dan sumpah mana yang sudah inkrah?
Air mata darah masih tumpah merambah
Membasahi kota-kota tempat mereka menjarah
Merampok hak inong bale dan yatim konflik
Tapi mereka tak pernah gundah, hatinya sudah membatu
Kini jiwa mereka sudah serakah seperti hantu.
Yogyakarta, Februari 2020

Posting Komentar