Asyik bersama kuah leumak, hingga lupa kepada kuah lada
Kadangkala, berduyun-duyun merebut tulang iga dan isi paha
Tanpa peduli dengan nasib mereka, dengan jerih keringatnya
Mereka para pagawai magang, pegawai bakti, dan pegawai honorer.

Mereka asyik, hingga tiba masanya, Kuali terlungkup
api pemberontakan menyala
Lalu sang pemilik hajat dan kuasa tercengang; saling menyalahkan
Ketika bobrok ber-embus kehadapan publik, dan media masa.

Bahkan, mereka masih terlihat tenang dan biasa-biasa saja
Tanpa merasa bersalah, dan berdosa
Masih berasalan atas aturan dan kebijakan; sesuai reka-reka
Tanpa pertimbangan, tanpa balas jasa, tanpa iba dengan kucuran keringat pekerja; para pekerja, pelayan orang sakit di Kota itu
Kotaku yang penuh tipu, Kota tempat para sutradara menawar lucu, 
Kotaku, ya kotamu. Kemana hendak mereka mengadu?

Lalu si Ubiet berleha, meramu analisa di berbagai Surat haba
Katanya, "ini bukan salahku. Ini salah penguasa, terlalu jauh meng-intervensi leubeung manusia"

"Ini bukan salahku, aku hanya pelayan, aku pekerja, sama dengan mereka; aku tak punya kuasa apa-apa, aku hanya penghamba
Penjilat yang gila"

Hei, dughoek. Bukahkan kau pemilik kuasa?
Atas apapun yang berlaku di leubeung mu itu
Atas jutaan aturan yang kau tempel di kubang nistamu itu
Bukankah kau pemilik rumah yang punya hak mangatur semua itu?

Lalu kau berasalan, di serang dan di-intervensi oleh para tittipan
Para pemuja bak Taulang, tanpa bisa membatah, apalagi mencegah
Kau rela melihat pekerjamu diperkosa haknya oleh mereka?
Kau tega melihat pegawaimu ditindas oleh okmun pemuja?

Kua bahagia, kau tertawa, melihat gaji mereka ditahan 
oleh kaum jegala yang durja?
Apa jangan-jangan, kau juga bahagian daripada mereka
Sama-sama memuja, menghamba jiwa pada penguasa?

Andai saja badanmu kurus, kami yakin kau takkan rakus
Andai saja hatimu masih tulus, kami yakin kau takkan 
mengikuti Tikus.
Andai saja jiwa-mu ikhlas, kami yakin kau takkan mengelas
apalagi mengembat gajinya kaum tertindas
Andai saja otakmu masih waras, kami yakin kau takkan merampas hak saudaramu
Namun apadaya, nalar dan otakmu sudah dijajah
Untuk menjadi kaum penindas.

Cukup sudah, Tuan. Kau tak perlu lagi bertingkah
Berkong-kalikong dengan para kroni-mu yang gagah-gagah
Bahkan menipu kami yang susah, menahan jerih payah kami
Berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan tanpa jelasan
Pun sikapmu yang tak pantas
Cukup-lah Tuan, cukup sudah. Kami do'akan kau menjadi orang yang Meutuah.

Yogyakarta, Januari 2019.
Kinet BE

Post a Comment